Ketika Kamu berselancar di media sosial, salah satunya terutama twitter, akan sering muncul tweet atau reply yang menggunakan istilah anak senja. Sebutan ini semakin marak ketika sedang membahas topik tentang karya-karya seniman indie. Mungkin bagi yang jarang menghiraukannya tidak menyadari adanya sebutan khusus itu, tapi faktanya itu menimbulkan dampak yang tak bisa diabaikan.
Jadi, anak senja itu adalah sebutan yang merujuk untuk para ‘anak indie’. Mereka adalah kelompok yang senang dengan lirik-lirik bergaya puitis, musik akustik, lagu-lagu folk dan kadang juga dihubungkan dengan kopi. Tapi apa yang terjadi kemudian? Ternyata sebutan itu bukan hanya sebatas istilah.
Sindiran Para Netizen
Memang benar bahwa komentar para netizen sangat berpengaruh di era digital sekarang. Termasuk salah satunya istilah ‘anak senja’ yang mungkin awalnya biasa, berubah menjadi sebuah sindiran sarkas. Khususnya untuk para anak indie yang dianggap selalu berhubungan dengan romantisme, senja dan kopi. Bahkan seperti di Twitter, mereka juga menyindir sampai gaya hidup para anak indie.
Mulai dari mereka yang mengomentari gaya hidup tak sehat anak indie karena terlalu sering mengonsumsi kopi, hingga memunculkan stereotip seperti starter pack. Mereka menjabarkan apa-apa saja yang menjadi ciri khas para anak indie, bukan untuk sebagai wawasan, tapi lebih sebagai bahan joke bersama netizen lainnya.
Dampak Terhadap Industri Musik
Netizen yang terus memunculkan stereotip dan menghubungkan ‘anak senja’ dengan musik folk, pada akhirnya justru membuat genre ini menyempit. Padahal folk sangat luas, tapi karena menjadi korban stereotip itu, setiap kali ada yang bermain dengan gitar akustik dan menyanyikan lirik puitis, disebut folk. Diperparah dengan para musisi yang secara sengaja membuat karya genre folk dengan judul lagu mengandung kata ‘senja’.
Para musisi yang berusaha menciptakan lagu dengan lirik puitis, meskipun bukan genre folk, akhirnya ikut terseret dalam olok-olok ‘anak senja’. Karya mereka tak dinilai dulu secara obyektif kualitasnya, tapi sudah dipersepsi sejak awal cenderung negatif karena dianggap salah satu ‘lagu senja’. Apalagi jika sang musisi menggunakan gitar akustik, semakin tajamlah nada-nada sarkas dari para netizen.
Pencipta lagu yang dulunya bisa luwes berkreasi, sekarang pada akhirnya seperti terbatasi dinding stereotip ini. Karena mereka tak ingin ikut diolok-olok, akhirnya berusaha secermat mungkin untuk tak membuat lagunya tampak seperti ‘lagu senja’. Mereka pun akhirnya khawatir ketika ingin membuat lagu dengan lirik yang lebih puitis atau menggunakan gaya akustik.
Dampak Terhadap Anak Indie
Jelas yang lebih menyedihkan nasibnya adalah anak-anak indie dan para pengemarnya. Mereka yang seharusnya bisa leluasa mengekspresikan diri seperti para penikmat musik lain, akhirnya justru terbatasi. Dengan kondisi sosial sekarang ini mereka sadar bahwa identitas sebagai anak indie atau penikmat musik indie telah menjadi semacam bahan lelucon, yang wajar untuk ditertawakan dan diejek.
Jika sudah seperti ini, jelas sudah bahwa stereotip ‘anak senja’ telah membuat industri musik justru tak ramah lagi. Muncul kotak-kotak antara golongan yang lebih superior, mereka yang tak termasuk ‘anak senja’, merasa lebih baik dan pantas untuk mengejek ‘anak indie’. Padahal seharusnya kita sadar, bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengekspresikan dirinya, salah satunya dalam hal musik.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.