Bagaimana perusahaan media dapat berjalan menyajikan berita jika jurnalis tidak memiliki sumber berita? Sumber berita adalah detak jantung dari jurnalisme. Kunci agar karir dapat menanjak terletak pada networking, sehingga penting sekali bagi para jurnalis untuk menjaga kontak dan hubungan dengan para sumber.
Namun, menurut Luwi Ishwara dalam buku “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar” bahwa sumber berita tidak hanya didapatkan melalui narasumber saja. Berikut ini adalah sumber berita untuk keperluan jurnalisme.
-
Observasi Langsung
Sumber ini paling meyakinkan para konsumen berita, karena para jurnalis mengamati secara langsung peristiwa yang terjadi. Terdapat kepercayaan yang besar dari perusahaan media dan konsumen kepada para jurnalis dalam menghimpun fakta melalui observasi.
Misalkan ada tragedi pesawat jatuh karena menabrak gunung, maka diharapkan para jurnalis dapat menggambarkan secara deskriptif terhadap kejadian tersebut yang dirasakan oleh jurnalis yang berada di lapangan.
Sekembalinya dari lapangan, jurnalis juga harus memperdalam data yang dia dapatkan dari lapangan yang disebut sebagai pre-event. Langkah ini dapat dilakukan dengan yang disebut sebagai cover both sides di mana suatu isu bisa melibatkan dua sampai lebih banyak pihak—sekarang bisa disebut juga sebagai cover all sides. Hal ini dilakukan agar dapat memverifikasi data yang diperoleh.
-
Sistem Beat
Semua perusahaan media saat ini menerapkan sistem beat. Sistem ini mengarahkan para jurnalisnya untuk memegang bidang tertentu. Pembagian ini bisa berdasarkan wilayah atau bidang-bidang dalam suatu media, contohnya bidang politik, hukum, olahraga, entertainment, metropolitan, atau ekonomi. Bahkan, dari bidang-bidang tersebut bisa diperkecil lagi, misalkan ada yang khusus menjaga pos Istana Negara, kantor KPK, markas Polda Metro Jaya, ataupun markas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sistem beat ini terbukti lebih efektif untuk memfokuskan jurnalis sehingga pengetahuan yang dimiliki jurnalis lebih dalam lagi karena sehari-hari banyak menghabiskan waktu untuk bidang-bidang tersebut.
Contohnya jurnalis yang ditempatkan di Istana Negara akan sering berhubungan langsung dengan Johan Budi selaku juru bicara presiden. Dengan penempatan itu, jurnalis sudah paham secara mendalam seluk beluk kepribadian dan kejanggalan yang muncul apabila sedang mengejar informasi dari Johan Budi karena telah ditempatkan setiap hari di sana.
-
Narasumber
Narasumber tidak hanya mencakup human sources. Sumber bisa berasal dari catatan, dokumen, referensi, buku, kliping, dan lain sebagainya yang disebut sebagai physical sources.
Yang harus diperhatikan saat mewawancarai narasumber adalah pastikan sumber yang diwawancara itu memenuhi syarat, seperti kredibel dan dapat dipercaya. Berlaku juga jika mengambil sumber dari referensi, karena bisa saja sumber referensi itu sudah tidak relevan karena adanya perkembangan seiringnya waktu.
Jurnalis harus berhati-hati dalam menghadapi narasumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya (anonim). Kerahasiaan ini dimaksud sebagai perlindungan terhadap narasumber, tapi di sisi lain jurnalis juga mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Apabila jurnalis tidak dapat menjamin perlindungan kerahasiaan ini, maka akan banyak narasumber selanjutnya yang tidak ingin angkat bicara.
-
Wawancara
Terdapat tiga prinsip dasar dari wawancara, yaitu:
- Wawancara pada dasarnya adalah perbincangan antara dua pihak untuk mendapatkan informasi yang akan disampaikan kepada publik. Pembicaraan ini merupakan pertukaran informasi yang bisa memunculkan suatu kebenaran.
- Bukan berarti jurnalis menjadi banyak bicara saat wawancara. Justru yang seharusnya banyak bicara adalah yang diwawancara karena orang tersebut yang memiliki informasi yang jurnalis inginkan. Menjadi tugas jurnalis untuk menggali informasi tersebut lewat wawancara.
- Jurnalis dianjurkan agar menjadi ahli setelah mewawancarai narasumber terhadap suatu topik tertentu. Dalam hal ini, jurnalis dengan narasumber harus sama-sama terbuka dan berterus terang agar keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan.
Selain ketiga hal di atas, kunci yang harus diingat jurnalis untuk bisa melakukan wawancara yang baik adalah mendengarkan narasumber dengan baik. Walaupun sudah memiliki daftar pertanyaan untuk diajukan tetapi ternyata pernyataan narasumber bisa memunculkan pertanyaan lain, maka tanyakan ya!
Baik jurnalis maupun narasumber memiliki gaya bertanya dan menjawab yang berbeda. Maka dari itu dibutuhkan kemampuan yang lebih bagi jurnalis untuk memahami sifat dan karakter dari narasumber. Jangan lupa untuk menanyakan pertanyaan klimaks di pertanyaan terakhir ya!